Foto Atas: Kegiatan yang digalang Rantauer’s banyak menarik perhatian orang Taiwan dan Indonesia untuk ikut serta. (Sumber Foto: Wisma Taiwan-Indonesia Rantauer’s)
Penulis: Peng Zheng-tian
Foto: Kontribusi Wisma Taiwan-Indonesia Rantauer’s
Penerjemah: Shantina
(閱讀中文版:「台印客棧 Rantauer’s」:在台灣人與印尼人之間搭起一座橋樑 )
“Dia ya, begitu tahu orang Indonesia dia pasti bantu, asal orang Indonesia dia mau saja bantu, bagaimanapun kondisinya, tanpa pertimbangan apapun, langsung dibantu tanpa pikir panjang,” demikian Golden menggambarkan mitra kerjanya, Jennifer.
Golden adalah seorang perantau Taiwan yang tumbuh dan besar di Indonesia, dia berkenalan dengan gadis asal Taiwan, Jennifer pada sebuah seminar pertukaran sekolah. Pada tahun 2016, Jennifer kuliah selama satu semester sebagai mahasiswa tukar pelajar pada universitas di Bandung, hal ini menjalin jodoh tak terpisahkan dia dengan Indonesia. Pada Agustus 2017, Golden bersama dengan Jennifer bertekad membentuk sebuah organisasi: “Wisma Taiwan-Indonesia Rantauers”, dimana motif pembentukan organisasi bermula dari kisah-kisah yang memilukan.
Kesalahpahaman dan stereotip Taiwan terhadap Indonesia
Suatu hari, famili Golden yang di Taiwan meninggal dunia, maka dia datang ke Taiwan untuk mengurus pemakaman bersama famili yang dari Indonesia. Pada saat itu, Golden mau menandatangani sebuah dokumen dalam bahasa mandarin, namun dia tidak memahami isi dokumen tersebut sehingga bertanya, “Ini tentang apa ya? Saya tidak mengerti isi tulisannya?”
“Hah? Kok kamu tidak bisa baca, kamu berasal dari mana?”
“Dari Indonesia.”
“Kenapa kamu bisa datang ke sini?”
Pada saat itu, tiba-tiba ada seseorang yang berusia separuh baya mengatakan, “Ai ai ai, karena mereka miskin lah! Tidak pernahkah anda lihat mereka datang ke sini untuk dijadikan istri?” Ucapan ini membuat Golden sedikit sedih, dalam hati dia berpikir, “Pada saat ini begitu banyak orang Indonesia yang bekerja di Taiwan, juga sudah terdapat Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taiwan, tapi kenapa orang seumur dia masih saja tidak tahu?”
Jennifer juga mengatakan bahwa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Taiwan mayoritas berasal dari daerah terpencil di Indonesia, sehingga sebagian besar persepsi masyarakat lokal terhadap Indonesia adalah. “Indonesia adalah negera terbelakang, kesannya kasihan sekali.” Namun mereka tidak tahu sisi lain Indonesia yang penuh dengan kesempatan.
Kesalahpahaman dan stereotip Taiwan terhadap Indonesia menjadi pemicu Golden dan Jennifer untuk menghapus kesalahpahaman dengan membangun jembatan penghubung antara Taiwan dan Indonesia, sehingga mereka membentuk “Wisma Taiwan-Indonesia Rantauer’s”.
Asal usul pembentukan “Wisma Taiwan-Indonesia Rantauer’s”
“Wisma” dibangun bagi para perantau di masa lalu, pemberian nama tersebut diharapkan bisa menjadi sebuah wadah bagi teman-teman dari Indonesia dan Taiwan. Dan kata “Rantauer” diambil dari kata “rantau”. Golden dan Jennifer beranggapan bahwa setiap teman-teman asal Indonesia pasti berharap untuk memperoleh ketrampilan di tanah asing, mereka datang ke sini demi menggapai impian, dan mereka patut mendapat tindakan yang sama. Melalui upaya mereka berdua, diharapkan bisa secara bertahap mengubah stereotip Taiwan terhadap Indonesia.
Logo yang di desain mereka juga merupakan simbol visi mereka, dimana Logo “Wisma Taiwan-Indonesia Rantauer’s” mengambil warna bendera Taiwan dan Indonesia (merah, biru dan putih) sebagai warna dasar, dipadu dengan matahari, sayap, samudra dan perisai, yang mengutarakan makna desain secara keseluruhan.
“Matahari melambangkan cita-cita dan harapan yang selalu menerangi jalan kita; Sayap untuk terbang bebas guna menemukan impian sendiri; Samudra yang digambar dengan motif batik melambangkan teman-teman Indonesia yang menyebrangi samudra untuk datang ke Taiwan, yang juga merupakan media penghubung Taiwan dengan Indonesia; terakhir disajikan dalam bentuk perisai, hal ini melambangkan kami ingin menjadi pengawal bagi teman-teman Indonesia, dan menjadi tempat berteduh bagi mereka,” Golden menjelaskan secara panjang lebar.
Saling berkenalan satu sama yang lain
Salah satu tugas “Rantaurer’s” adalah membantu komunikasi antara orang Taiwan dengan orang Indonesia dalam hal bahasa, mereka akan menerjemahkan informasi yang bersangkutan ke dalam bahasa Indonesia dan disebarkan melalui fanspage, selain itu juga berbagi informasi tentang Indonesia kepada orang Taiwan.
“Terkadang informasi di internet yang ditujukan bagi warga orang asing tidak ditulis dengan bahasa yang dipahami mereka,” hal ini membuat Jennifer merasa bingung, oleh karena itu, artikel pada laman facebook “Wisma Taiwan-Indonesia Rantauer’s” pada umumnya ditulis dalam bahasa Indonesia.
Visi mereka sangat sederhana, supaya orang Indonesia lebih mengenal Taiwan dan demikian juga sebaliknya, namun mereka juga tahu bahwa hal ini tidak mudah dan membutuhkan waktu yang panjang untuk berhasil. “Tiada satu hal pun yang bisa langsung berubah secara mendadak, semuanya membutuhkan waktu dan usaha.”
Demi mencapai tujuan, mereka berencana mengadakan kegiatan persaudaraan antara Taiwan dan Indonesia untuk lebih saling memahami, “Mungkin kita akan mengatur kegiatan Taiwan, namun dalam pelaksanaanya kita campur dengan gaya Indonesia.”
Memberdayakan Tenaga Kerja Indonesia
Dalam membantu TKI, selain kelas Bahasa Mandarin yang diadakan dua minggu sekali bersama dengan Asosiasi Muslim Taiwan, mereka juga berharap untuk mengadakan kegiatan “Sesi Pengetahuan” bagi TKI yang baru datang ke Taiwan, sehingga mereka bisa mendapatkan pengetahuan yang tidak diajarkan di rumah atau di sekolah sebelumnya, seperti HIV (virus yang menyerang daya tahan tubuh) atau masalah narkoba, guna memperdalam pengetahuan mereka akan hal-hal tersebut di atas.
Kemudian, ketika saya memasuki kelas Bahasa Mandarin TKI Muslim, terdapat 16 teman-teman asal Indonesia yang sedang belajar bahasa mandarin dengan tekun, mereka belajar pengucapan dari guru dan belajar bagaimana menulis tulisan mandarin, suasana pembelajaran dipenuhi percakapan dan tawa ria, ketika guru menjelaskan asal usul kata mandarin, mereka dengan satu suara mengatakan, “Oo~ (begitu ya)” kesan yang seperti baru ‘mudeng’ itu membuat saya merasakan ketulusan dan keakraban dengan mereka, mereka bagaikan anak-anak yang tenggelam dalam kegembiraan belajar.
Pantang mundur sebelum sukses
“Akankah organisasi ini menambah banyak tekanan atau beban bagi Anda?” Tanya saya.
“Beban ya? Saya merasa tidak apa-apa, saya merasa lebih bahagia dibanding dengan bekerja,” Jennifer berkata sambil tersenyum.
“Saya merasa selain kekurangan dalam sumber daya, kami mempunyai sebuah semangat [Pantang mundur sebelum sukses],” Golden berkata dengan serius.
“Bahkan meskipun rugi, kita akan tetap meneruskannya!” kata Jennifer.
“Kebetulan organisasi kita ada yang bermarga [Huang],” kata Golden.
“Namanya Jennifer,” tambah Jennifer.
Melalui perbincangan mereka, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan lagi.
Ketika mengadakan kegiatan, mereka lebih mengutamakan kesan peserta, dan selalu memperhatikan interaksi antara orang Taiwan dengan orang Indonesia, apakah ada masalah atau tidak mampu berkomunikasi, bila mereka bisa berinteraksi dengan baik maka setelah selesai kegiatan tidak akan ada tekanan atau beban apapun.
Pada hari ini, saya berkenalan dengan dua teman yang antusias dengan Indonesia, mereka mengenakan pakaian batik Indonesia, dalam kafe kami membahas cerita mereka dan Indonesia, juga tentang visi dan pandangan organisasi “Wisma Taiwan-Indonesia Rantauer’s” yang mereka bentuk. Tekad yang kuat adalah semangat mereka, yang juga merupakan tujuan mereka bersama.
Laman Facebook Rantauer’s: https: //www.facebook.com/RantauersINTAIWAN/