本文同步刊登於Tanwai KiNi ,
■ Film Dokumenter Eulis- Merajut Asa di Pulau Formosa
Penerjemah/Shantina
Eulis Komariah bekerja merawat seorang nenek di Pingtung, kebetulan majikan Eulis, Liu Yuxia adalah pemimpin “Asosiasi Tai Chi Xin Chuan Pingtung”. Setelah berumah beberapa waktu bersama Eulis, Liu Yuxia menganggap dia sangat tabah dan tekun sehingga mengajarinya Taichi. Sejak saat itu, Eulis menjaga nenek pada jam kerja, masa subuh dan senja digunakan untuk latihan Taichi guna meningkatkan kebugaran fisik. Eulis mendapat kesenangan di luar pekerjaan dengan tiga jam sekali latihan; setelah berlatih dengan tekun, Eulis menjuarai piala Formosa pada berbagai pertandingan, kemampuannya sebanding dengan orang Taiwan.
Eulis datang ke Tainan 9 tahun yang lalu, setelah bekerja sebagai perawat selama 3 tahun, dia beralih merawat seorang tua yang difabel di Pingtung, 6 tahun yang lalu dia datang pada majikan barunya Liu Yuxia untuk merawat kakek yang sudah tua, ketika kakek meninggal, dia merawat nenek. Eulis yang bekerja dengan serius menjadi perhatian Liu Yuxia dan menanyakan keinginannya untuk belajar Taichi. Sejak saat itu, di samping waktu kerja dia memulai latihan 13 pose Taichi. Dia berlatih tiga jam di saat subuh dan tiga jam di saat senja; selain mendapatkan kebugaran fisik, juga membuka sebuah jendela baru dalam kehidupannya.
Pada 2012, Eulis memulai debut perdananya pada pertandingan Kejuaraan Nasional Piala Formosa yang diadakan oleh Organisasi Pusat Taichi Taiwan dengan para peserta terbaik dari setiap perguruan Taichi yang mecapai 15 kategori. Eulis bertanding pada kategori 13 pose Taichi yang menjadi latihan sehari-harinya dengan prestasi juara kedua. Setelah itu, dia bertanding setiap tahun dan mendapat prestasi juara pertama pada tahun 2013 dan 2014; selain itu, kategori 37 pose Taichi yang baru digeluti juga mengecap juara pertama.
17 April merupakan salah satu pertandingan terakhir Piala Formosa bagi Eulis di Taiwan, 22 Oktober akan merupakan pertandingan terakhir bagi Eulis, karena kontrak kerja berakhir pada bulan November dan dia akan pulang ke Indonesia. Eulis mempunyai dua orang anak di Indonesia, satunya berusia 25 tahun dan yang lainnya 15 tahun. Setelah meninggalkan kampung halaman selama sepuluh tahun, Eulis memutuskan kembali ke rumah dan membudidayakan Taichi di Indonesia. Liu Yuxia yang menemani dia pulang ke Indonesia setiap tahunnya menemukan bahwa Taichi di Indonesia tidak begitu moderat, aktif dan berkembang dengan baik seperti di Taiwan, Eulis memutuskan pulang ke Indonesia untuk melatih yayasan di sana dan menguatkan pemahaman mereka terhadap Taichi yang diwarisi Taiwan selama bertahun-tahun.
Pada dasarnya, Eulis juga merupakan seorang guru di Taiwan, setiap bulan dia hadir di Kdei yang terletak di Taipei untuk mengajar 40 murid yang tertarik pada Taichi, para BMI dan ABK di Tongkang Pingtung juga belajar dari dia dengan jumlah murid sekitar 200 orang. Menariknya, karena mempunyai wajah orang luar negeri, orang Taiwan sering menggunakan bahasa Inggris ketika berbicara dengan dia, sehingga dia memutuskan untuk belajar bahasa Inggris pada Universitas Terbuka Taiwan dan telah berlangsung selama dua tahun. Sebelumnya ANTV dari Indonesia juga pernah mewawancarai Eulis, hasil jerih payahnya selama ini mendapat pengakuan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Ketika wawancara, Eulis yang selalu senyum tersipu malu berbicara dengan suara yang nyaring, cara berjalan juga penuh energi, sama sekali tidak terlihat sebagai seorang ibu yang mempunyai anak berusia 25 tahun. Sosok Eulis yang bertubuh mungil dan bermata tajam memperagakan 13 pose Taichi di bawah sinar matahari, gerakan yang mahir dan lamban, pose tangan yang dipadu gerakan pinggang, hampir semua gerakan membutuhkan daya otot, namun Eulis sama sekali tidak gemetaran dan masih bisa bernafas dengan stabil dan ekspresi yang santai, latihan beberapa tahun ini memberikan rasa percaya diri kepada Eulis dalam olahraga.
Eulis yang akan meninggalkan Taiwan, mempunyai banyak kenangan akan tanah ini, guru pembimbing Liu Yuxia yang mengetahui hal ini merasa sedih akan kepergiannya; Yen Peiying, teman akrab satu perguruan menggunakan bahasa mandarin yang dipahami Eulis selama wawancara. Eulis yang akan meninggalkan Taiwan tidak memiliki banyak kata-kata emosional terhadap Taiwan, tetapi melalui pergaulan Eulis dengan teman seperguruan yang bagaikan saudara sendiri memberikan kesan yang ramah dan hangat.


